Film yang disutradarai warga Singapura Amit Virmani, dinyatakan dapat mencoreng citra Bali sebagai tujuan wisata, terutama turis manca negara. Padahal ide pembuatan film didapat sutradara karena prihatin saat bertanya kepada anak Bali apa cita-citanya dan si anak menjawab ingin menjadi gigolo. Banyak pihak merasa dirugikan terutama warga Bali dan Kemenbudpar yang dan meminta film dicekal dari peredaran.
Kejadian ini mencerminkan ketidakmampuan kita sebagai orang Indonesia dalam mengelola bidang pariwisata. Kenapa kita harus malu kalau di Bali ada kegiatan gigolo. Justru dari sekian banyak turis asing yang datang ke Bali salah satu tujuan adalah ingin mencicipi kenikmatan bermain dengan gigolo Bali. Konon, terutama turis dari Jepang. Kalau pun kita malu di Bali ada kegiata gigolo, kenapa harus kita tutup tutupi. Justru film gigolo di Bali telah membantu membuka mata kita, bahwa memang ada praktik prostitusi di Bali. Kita tahu bahwa praktik prostitusi itu berdosa, kenapa kita biarkan malah kita tutup tutupi. Sama seperti Surabaya dengan gang Dollynya, orang-orang mau rejekinya tapi tidak mau dosanya…
Ingin Artikel seperti ini ?,... masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar Anda :
Posting Komentar